“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad 4/335]
Salah satu rahasia keberhasilan Muhammad Al Fatih adalah karena memiliki visi yang kuat.
Visi bahwa Muhammad Al Fatih akan menjadi penakluk Konstantinopel, dan
ini sudah ditanamkan sejak kecil. Para guru beliau selalu menanamkan
visi ini sejak kecil. Beliau diyakinkan bahwa beliau akan menjadi
pemimpin yang dimaksud dalam hadits tersebut.
Begitulah ceritanya :
Sebuah kisah yang sangat
menggetarkan hati bagaimana kita berusaha menggapai impian dengan penuh
kesungguhan yang kita dapatkan dari seorang panglima tentara yang
terkenal dengan ketangguhannya. Panglima tersebut bernama Mumammad
Al-Fatih, seorang pemuda yang memiliki kekuatan visi dalam hidupnya.
Cerita itu dimulai dari perang Al-Azhab, yaitu perang Khandaq
pada zaman Rasulullah. Pasukan kaum muslimin yang berjumlah sekitar 10
ribu akan diserang oleh gabungan tentara kaum quraisy, yahudi dan kaum
lainnya yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Target utama dari perang
ini adalah penyelamatan kota Madinah dari serbuan musuh. Para sahabat
lalu berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari strategi memenangkan
pertempuran. Kalau dihitung dengan jumlah tentara yang ada, berarti 1
orang tentara muslim harus berhadapan dengan 10 orang tentara musuh.
Jika hanya menggunakan perlengkapan seadanya, tentulah kemungkinan besar
akan kalah. Karena itu, disusunlah strategi untuk mengatasi kekurangan
pasukan dengan cara yang lain.
Sahabat yang bernama Salman Al-Farisi
mengusulkan cara agar penyerang tidak bisa masuk ke Madinah, yaitu
dengan meminta pasukan muslimin menggali parit (khandaq) sebagai jebakan
yang panjangnya 8 km, lebarnya 5 m dan dalamnya 3 meter, supaya kuda
musuh yang terperangkap tidak dapat naik. Bayangkanlah, betapa beratnya
para pasukan harus bekerja keras menggali parit di atas tanah bebatuan
yang keras dan cadas. Sungguh suatu perjuangan yang luar biasa.
Dalam proses menggali
parit-parit, tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang datang kepada
Rasulullah “ ya Rasulullah, kota mana yang akan kita taklukkan terlebih
dahulu, Konstantinopel atau Roma?
Rasulullah menjawab “ kota yang dipimpin oleh Hericlius (Roma)”. Coba
bayangkan, saat merasakan kelelahan yang sangat luar biasa di tengah
teriknya gurun yang panas, pasukan yang sedang menggali parit bukan
bertanya “ ya Rasulullah, apakah kami sudah siap dengan jumlah yang ada
untuk melawan 100 ribu tentara musuh? Bagaimana bila ternyata kita
justru kalah? Dan tidak mampu mempertahankan Kota Madinah ini? Namun
sebaliknya, mereka malah bertanya dengan penuh semangat tentang kota
manakah yang akan dikuasai kaum muslimin terlebih dulu. Suatu tingkat
kepercayaan yang tinggi yang sulit dicari tandingannya.
Sebagai pemimpin, Rasulullah
kemudian membuat pernyataan visi jangka panjangnya dalam sebuah hadist,
“kalian pasti akan membebaskan Kostantinopel” pemimpin yang melakukannya
adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah
komandonya adalah sebaik-baik pasukan”.
Sejak saat itu, turun-temurun
para sahabat berlomba-lomba ingin disebut menjadi sebaik-baik pemimpin
dan sebaik-baik pasukan. Hingga tak terasa 800 tahun berlalu, lahirlah
seorang anak bernama Muhammad Al-Fatih.
Ayahandanya Sultan Murad II, mengajarkan Fatih ilmu agama dengan meminta syaikh Aaq Syamsudin Al-wali, keturunan Abu Bakar
r.a, untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Al-fatih. Setiap
pagi, Muhammad Al-fatih kecil diajak melihat tembok Benteng
Konstantinopel yang kokoh setinggi 18 meter dari kejauhan. Untuk
memasuki benteng itu sangat susah, Konstantinopel dikelilingi oleh
benteng berlapis tiga yang membentang sepanjang kota sehingga akan
menyulitkan pasukan manapun yang berniat menaklukannya. Di kanan kiri
kota tersebut diapit lautan dan pada bagian lain berdiri benteng kokoh.
Pada lapisan pertama, ada pembatas sungai yang di dalamnya terdapat
buaya-buaya ganas. Pada lapisan kedua terdapat pasukan pemanah
berjumlah ribuan yang siap memanah. Dan begitu juga benteng lain yang
sangat kokoh. Selama berabad-abad, Konstantinopel tidak pernah bisa
ditaklukkan oleh siapapun.
Suatu hari syaikh Syamsudin
berkata kepada Muhammad Al-fatih, “wahai Muhammad Al-fatih, kamu tahu
apa itu? Itu tembok konstantinopel dan tahukah engkau bagaimana janji
Rasulullah? Janjinya adalah kota konstantinopel akan jatuh ke tangan
islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan
pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. Saya
yakin kelak anak cucumu akan menaklukkan konstantinopel. Tapi saya
lebih senang kalau kamu yang menaklukkannya, Nak.
Al-Fatih pun menjawab, “iya!
Saya ingin menaklukkan Konstantinopel. Dan karena saya ingin
menaklukkannya, maka saya akan memantaskan diri.”
Muhammad Al-fatih pun
akhirnya memantaskan diri. Apa yang dia lakukan? Pada usia 8 tahun, dia
sudah hafal Al-Quran. Coba bandingkan dengan diri kita sekarang, sudah
berapa umur kita? Hafalan hanya surat Al-Ikhlas dan Qulhu dan
surat-surat pendek lainnya. He..3x
Ia tahu bahwa sebaik-baik
pemimpin bukanlah orang biasa maka ia tidak pernah meninggalkan shalat
rawatib. Dan ia tidak pernah meninggalkan tahajjud, ia juga mahir
berkuda, dan beberapa keterampilan lain. Ia juga fasih bicara dalam 7
bahasa : Arab, latin, Yunani, Serbia, Turki, Parsi dan Ibrani.
Waktu pun terus berlalu,
Muhammad Al-fatih, kini telah beranjak dewasa. Di usia yang masih
tergolong belia, ia mengerahkan pasukannya dan siap berhadapan dengan
pasukan konstantinopel. Bagaimana cara agar bisa melewati laut dan
benteng yang tingginya 18 meter dan mengalahkan pasukan konstantinopel
yang kuat itu?
Dalam membebaskan
konstantinopel, kemampuan berperang yang hebat itu didukung dengan
strategi yang brilian. Awalnya, Muhammad Al-fatih menggunakan strategi
perang biasa untuk merebut konstantinopel, yaitu dengan dengan membobol
benteng dan menerobos lewat laut. Ia juga menggunakan kekuatan yang luar
biasa, yaitu membuat meriam terbesar dan terkuat yang pernah ada saat
itu.
Ada 70 kapal dan 20 gallery
(kapal perang yang lengkap dilengkapi dengan persenjataan)
diberangkatkan untuk menerobos ke Selat Golden Horn.
Namun cara biasa itu terbukti tidak mampu untuk mengalahkan benteng kota
terkuat di dunia saat itu. Berbagai cara lainnya telah dicoba, namun
belum kunjung berhasil. Akibatnya pasukan Muhammad Al-fatih pun
menderita kerugian besar.
Di sinilah kegeniusan
Muhammad Al-fatih terbukti. Setelah berbagai cara dilakukan, ia pun
mengusulkan agar memindahkan kapal melewati perbukitan Galata,
untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn.
“Kalau begitu, tarik kapalnya melalui darat, dan kita akan mendaki bukit
karena orang konstantinopel tidak akan berpikir kalau pasukan muslim
akan melewati bukit” seru Muhammad Al-fatih.
Beberapa pasukan bertanya, “ Mana mungkin kita dapat melewati bukit? Jalanan begitu sulit dilalui”.
Muhammad Al-fatih menjawab, “
Konstantinopel akan jatuh di tangan Islam, pemimpin yang menaklukkannya
adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawahnya adalah
sebaik-baik pasukan. Lakukanlah!!!
“Tapi sepertinya tidak mungkin” sengah pasukan.
“Lakukan!” jawab Muhammad Al-fatih dengan tegas.
Ternyata ide yang terdengar
seperti lelucon itu dilaksanakan dengan baik oleh semua pasukan.
Kapal-kapal pasukan al-fatih pun seolah berlayar mengarungi perbukitan
dalam satu malam. Satu strategi luar biasa yang membuat para sejarawan
terkagum-kagum hingga saat ini.
Kerja keras yang mengingatkan kepada para pasukan di masa Rasulullah yang begitu kesulitan dalam menggali parit. Keyakinan penuh dan semangat membara
bahwa mereka akan menjadi sebaik-baik pasukan yang disebut Rasulullah
berabad lampau, membuat mereka memiliki kekuatan di luar batas
pemikiran. Seolah selalu terngiang di telinga mereka kata-kata
Rasulullah yang menggetarkan hati, sebuah visi besar Rasulullah, yang
kini sedang diemban untuk menjadi sebaik-baiknya pasukan di muka bumi.
Dan akhirnya.. dini hari
menjelang pagi, saat orang konstantinopel mulai bersiaga kembali, mereka
terkejut dengan suara bergemuruh yang meluruhkan segenap persendian
mereka… “laa ilaaha illallah… “ suara itu begitu jelas terdengar dari
turunan bukit. Ya pasukan Muhammad Al-fatih berhasil mencapai turunan
bukit menuju benteng Konstatinopel yang angkuh berdiri.
Sebelum menyerang pasukan
musuh, hari itu para rombongan pasukan muslim diperintahkan oleh
Muhammad Al-fatih untuk berpuasa, malam harinya seusai berperang mereka
tahajud dan meminta pertolongan Allah.
Begitulah hari-demi hari
dijalani, peperangan pun berlangsung hingga akhirnya kaum muslimin
memperoleh kemenangan dan menaklukkan Konstantinopel. Sebelum waktu
ashar tiba, al-fatih telah menginjakan kakinya di dalam benteng
konstantinopel . Allahuakbar, visi Rasulullah telah terpenuhi oleh
pemimpin terbaik dan pasukan terbaik.
Para pasukan berteriak,
memuji dan menyebut nama Allah bersahut-sahutan. Bergegas Al-fatih
bersujud menghadap ka’bah dengan membawa segenggam tanah sembari berkata
“Saya tidak lebih mulia dari tanah ini, saya akan kembali ke tanah ini
juga”.
Walaupun berhasil memimpin
kemenangan besar menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih tetap
tidak sombong, selama 800 tahun lebih, tidak ada yang berhasil, namun
Al-fatih berhasil melakukannya dalam usia kisaran 21 tahun dan
mewujudkan salah satu janji Rasulullah sekaligus mewujudkan visinya.
Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih berencana menaklukkan Roma.
Sembilan belas tahun kemudian, saat keinginan itu hendak diwujudkan,
para penguasa di Roma sudah ketakutan. Dan sebelum misi itu terlaksana,
dalam perjalanan menuju Roma, ia meninggal dunia. Sedih atau bahagia?
Ada perpaduan di dalamnya, sedih karena kehilangan salah seorang
pemimpin terbaik di usia yang relatif muda, bahagia karena berarti bagi
kita ada kesempatan menjadi seseorang terbaik, menaklukkan salah kota
yang sudah disebut sejak zaman Nabi yaitu Roma. Kalau kita tidak mampu,
setidaknya anak cucu kita ada yang menaklukkannya, mesti tidak dalam
peperangan fisik.
Inilah visi yang besar dari seorang Al-Fatih, tentu kita sendiri memiliki visi masing-masing. Maka wujudkanlah visi itu dengan sebaik-baik persiapan dan usaha. Mari kita pantaskan diri kita sebelum memperoleh visi tersebut.