Jumat, 31 Oktober 2014


          Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk Keangkuhan Konstantinopel
 
              Anda kenal Muhammad Al Fatih? Ya, beliau adalah penakluk Konstantinopel. Apa yang istimewa? Kita patut belajar kepada beliau, karena menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah sebaik-baiknya pemimpin sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits,

Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad 4/335]
            Salah satu rahasia keberhasilan Muhammad Al Fatih adalah karena memiliki visi yang kuat. Visi bahwa Muhammad Al Fatih akan menjadi penakluk Konstantinopel, dan ini sudah ditanamkan sejak kecil. Para guru beliau selalu menanamkan visi ini sejak kecil. Beliau diyakinkan bahwa beliau akan menjadi pemimpin yang dimaksud dalam hadits tersebut.
Begitulah ceritanya :
            Sebuah kisah yang sangat menggetarkan hati bagaimana kita berusaha menggapai impian dengan penuh kesungguhan yang kita dapatkan dari seorang panglima tentara yang terkenal dengan ketangguhannya. Panglima tersebut bernama Mumammad Al-Fatih, seorang pemuda yang memiliki kekuatan visi dalam hidupnya.
            Cerita itu dimulai dari perang Al-Azhab, yaitu perang Khandaq pada zaman Rasulullah. Pasukan kaum muslimin yang berjumlah sekitar 10 ribu akan diserang oleh gabungan tentara kaum quraisy, yahudi dan kaum lainnya yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Target utama dari perang ini adalah penyelamatan kota Madinah dari serbuan musuh. Para sahabat lalu berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari strategi memenangkan pertempuran. Kalau dihitung dengan jumlah tentara yang ada, berarti 1 orang tentara muslim harus berhadapan dengan 10 orang tentara musuh. Jika hanya menggunakan perlengkapan seadanya, tentulah kemungkinan besar akan kalah. Karena itu, disusunlah strategi untuk mengatasi kekurangan pasukan dengan cara yang lain.
            Sahabat yang bernama Salman Al-Farisi mengusulkan cara agar penyerang tidak bisa masuk ke Madinah, yaitu dengan meminta pasukan muslimin menggali parit (khandaq) sebagai jebakan yang panjangnya 8 km, lebarnya 5 m dan dalamnya 3 meter, supaya kuda musuh yang terperangkap tidak dapat naik. Bayangkanlah, betapa beratnya para pasukan harus bekerja keras menggali parit di atas tanah bebatuan yang keras dan cadas. Sungguh suatu perjuangan yang luar biasa.
            Dalam proses menggali parit-parit, tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah “ ya Rasulullah, kota mana yang akan kita taklukkan terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma? Rasulullah menjawab “ kota yang dipimpin oleh Hericlius (Roma)”. Coba bayangkan, saat merasakan kelelahan yang sangat luar biasa di tengah teriknya gurun yang panas, pasukan yang sedang menggali parit bukan bertanya “ ya Rasulullah, apakah kami sudah siap dengan jumlah yang ada untuk melawan 100 ribu tentara musuh? Bagaimana bila ternyata kita justru kalah? Dan tidak mampu mempertahankan Kota Madinah ini? Namun sebaliknya, mereka malah bertanya dengan penuh semangat tentang kota manakah yang akan dikuasai kaum muslimin terlebih dulu. Suatu tingkat kepercayaan yang tinggi yang sulit dicari tandingannya.
            Sebagai pemimpin, Rasulullah kemudian membuat pernyataan visi jangka panjangnya dalam sebuah hadist, “kalian pasti akan membebaskan Kostantinopel” pemimpin yang melakukannya adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”.
            Sejak saat itu, turun-temurun para sahabat berlomba-lomba ingin disebut menjadi sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan. Hingga tak terasa 800 tahun berlalu, lahirlah seorang anak bernama Muhammad Al-Fatih.
            Ayahandanya Sultan Murad II, mengajarkan Fatih ilmu agama dengan meminta syaikh Aaq Syamsudin Al-wali, keturunan Abu Bakar r.a, untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Al-fatih. Setiap pagi, Muhammad Al-fatih kecil diajak melihat tembok Benteng Konstantinopel yang kokoh setinggi 18 meter dari kejauhan. Untuk memasuki benteng itu sangat susah, Konstantinopel dikelilingi oleh benteng berlapis tiga yang membentang sepanjang kota sehingga akan menyulitkan pasukan manapun yang berniat menaklukannya. Di kanan kiri kota tersebut diapit lautan dan pada bagian lain berdiri benteng kokoh. Pada lapisan pertama, ada pembatas sungai yang di dalamnya terdapat buaya-buaya ganas.  Pada lapisan kedua terdapat pasukan pemanah berjumlah ribuan yang siap memanah. Dan begitu juga benteng lain yang sangat kokoh. Selama berabad-abad, Konstantinopel tidak pernah bisa ditaklukkan oleh siapapun.
            Suatu hari syaikh Syamsudin berkata kepada Muhammad Al-fatih, “wahai Muhammad Al-fatih, kamu tahu apa itu? Itu tembok konstantinopel dan tahukah engkau bagaimana janji Rasulullah? Janjinya adalah kota konstantinopel akan jatuh ke tangan islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. Saya yakin kelak anak cucumu akan menaklukkan konstantinopel. Tapi saya lebih senang kalau kamu yang menaklukkannya, Nak.
            Al-Fatih pun menjawab, “iya! Saya ingin menaklukkan Konstantinopel. Dan karena saya ingin menaklukkannya, maka saya akan memantaskan diri.”
            Muhammad Al-fatih pun akhirnya memantaskan diri. Apa yang dia lakukan? Pada usia 8 tahun, dia sudah hafal Al-Quran. Coba bandingkan dengan diri kita sekarang, sudah berapa umur kita? Hafalan hanya surat Al-Ikhlas dan Qulhu dan surat-surat pendek lainnya. He..3x
            Ia tahu bahwa sebaik-baik pemimpin bukanlah orang biasa maka ia tidak pernah meninggalkan shalat rawatib. Dan ia tidak pernah meninggalkan tahajjud, ia juga mahir berkuda, dan beberapa keterampilan lain. Ia juga fasih bicara dalam 7 bahasa : Arab, latin, Yunani, Serbia, Turki, Parsi dan Ibrani.
            Waktu pun terus berlalu,  Muhammad Al-fatih, kini telah beranjak dewasa. Di usia yang masih tergolong belia, ia mengerahkan pasukannya dan siap berhadapan dengan pasukan konstantinopel. Bagaimana cara agar bisa melewati laut dan benteng yang tingginya 18 meter dan mengalahkan pasukan konstantinopel yang kuat itu?
            Dalam membebaskan konstantinopel, kemampuan berperang yang hebat itu didukung dengan strategi yang brilian. Awalnya, Muhammad Al-fatih menggunakan strategi perang biasa untuk merebut konstantinopel, yaitu dengan dengan membobol benteng dan menerobos lewat laut. Ia juga menggunakan kekuatan yang luar biasa, yaitu membuat meriam terbesar dan terkuat yang pernah ada saat itu.
            Ada 70 kapal dan 20 gallery (kapal perang yang lengkap dilengkapi dengan persenjataan) diberangkatkan untuk menerobos ke Selat Golden Horn. Namun cara biasa itu terbukti tidak mampu untuk mengalahkan benteng kota terkuat di dunia saat itu. Berbagai cara lainnya telah dicoba, namun belum kunjung berhasil. Akibatnya pasukan Muhammad Al-fatih pun menderita kerugian besar.
            Di sinilah kegeniusan Muhammad Al-fatih terbukti. Setelah berbagai cara dilakukan, ia pun mengusulkan agar memindahkan kapal melewati perbukitan Galata, untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn. “Kalau begitu, tarik kapalnya melalui darat, dan kita akan mendaki bukit karena orang konstantinopel tidak akan berpikir kalau pasukan muslim akan melewati bukit” seru Muhammad Al-fatih.
Beberapa pasukan bertanya, “ Mana mungkin kita dapat melewati bukit? Jalanan begitu sulit dilalui”.
            Muhammad Al-fatih menjawab, “ Konstantinopel akan jatuh di tangan Islam, pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawahnya adalah sebaik-baik pasukan. Lakukanlah!!!
“Tapi sepertinya tidak mungkin” sengah pasukan.
“Lakukan!” jawab Muhammad Al-fatih dengan tegas.
            Ternyata ide yang terdengar seperti lelucon itu dilaksanakan dengan baik oleh semua pasukan. Kapal-kapal pasukan al-fatih pun seolah berlayar mengarungi perbukitan dalam satu malam. Satu strategi luar biasa yang membuat para sejarawan terkagum-kagum hingga saat ini.
            Kerja keras yang mengingatkan kepada para pasukan di masa Rasulullah yang begitu kesulitan dalam menggali parit. Keyakinan penuh dan semangat membara bahwa mereka akan menjadi sebaik-baik pasukan yang disebut Rasulullah berabad lampau, membuat mereka memiliki kekuatan di luar batas pemikiran. Seolah selalu terngiang di telinga mereka kata-kata Rasulullah yang menggetarkan hati, sebuah visi besar Rasulullah, yang kini sedang diemban untuk menjadi sebaik-baiknya pasukan di muka bumi.
            Dan akhirnya.. dini hari menjelang pagi, saat orang konstantinopel mulai bersiaga kembali, mereka terkejut dengan suara bergemuruh yang meluruhkan segenap persendian mereka… “laa ilaaha illallah… “ suara itu begitu jelas terdengar dari turunan bukit. Ya pasukan Muhammad Al-fatih berhasil mencapai turunan bukit menuju benteng Konstatinopel yang angkuh berdiri.
            Sebelum menyerang pasukan musuh, hari itu para rombongan pasukan muslim diperintahkan oleh Muhammad Al-fatih untuk berpuasa, malam harinya seusai berperang mereka tahajud dan meminta pertolongan Allah.
            Begitulah hari-demi hari dijalani, peperangan pun berlangsung hingga akhirnya kaum muslimin memperoleh kemenangan dan menaklukkan Konstantinopel.  Sebelum waktu ashar tiba, al-fatih telah menginjakan kakinya di dalam benteng konstantinopel . Allahuakbar, visi Rasulullah telah terpenuhi oleh pemimpin terbaik dan pasukan terbaik.
            Para pasukan berteriak, memuji dan menyebut nama Allah bersahut-sahutan. Bergegas Al-fatih bersujud menghadap ka’bah dengan membawa segenggam tanah sembari berkata “Saya tidak lebih mulia dari tanah ini, saya akan kembali ke tanah ini juga”.
            Walaupun berhasil memimpin kemenangan besar menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih tetap tidak sombong, selama 800 tahun lebih, tidak ada yang berhasil, namun Al-fatih berhasil melakukannya dalam usia kisaran 21 tahun dan mewujudkan salah satu janji Rasulullah sekaligus mewujudkan visinya.
            Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih berencana menaklukkan Roma. Sembilan belas tahun kemudian, saat keinginan itu hendak diwujudkan, para penguasa di Roma sudah ketakutan. Dan sebelum misi itu terlaksana, dalam perjalanan menuju Roma, ia meninggal dunia. Sedih atau bahagia? Ada perpaduan di dalamnya, sedih karena kehilangan salah seorang pemimpin terbaik di usia yang relatif muda, bahagia karena berarti bagi kita ada kesempatan menjadi seseorang terbaik, menaklukkan salah kota yang sudah disebut sejak zaman Nabi yaitu Roma. Kalau kita tidak mampu, setidaknya anak cucu kita ada yang menaklukkannya, mesti tidak dalam peperangan fisik.
            Inilah visi yang besar dari seorang Al-Fatih, tentu kita sendiri memiliki visi masing-masing. Maka wujudkanlah visi itu dengan sebaik-baik persiapan dan usaha. Mari kita pantaskan diri kita sebelum memperoleh visi tersebut.

Apakah Bibirmu Masih Perawan ?



Mungkin ada di antara teman-teman yang familiar dengan kalimat diatas. “Apakah Bibirmu Masih Perawan ?” Itu adalah salah satu judul buku yang ditulis oleh Marendra Darwis. Sebuah kalimat pertanyaan yang sangat menohok. Karena ada begitu banyak orang yang menganggap aktivitas ini sebagai aktivitas yang biasa saja dalam hubungan pacaran.

Maka cobalah survey, berapa orang yang pacaran lalu di hubungan yang terjalin itu tidak terjadi aktivitas yang diharamkan agama. Saya yakin sangat kecil kemungkinannya. Semenjak saya menulis buku-buku cinta dan pernikahan, saya menerima banyak sekali cerita-cerita yang sungguh bikin hati sedih saat membacanya. Saya sampai bertanya-tanya, apakah sampai sejauh ini moral Generasi Muda kita ? Apakah sudah se-ngeri kejadian yang tak ter-blow up.

Lalu masihkah ada yang menyangkal bahwa ada yang namanya pacaran Islami ? Saya menduga itu hanya dalih. Karena ketika kata “Pacaran” disebut, konotasi yang hadir dalam benak kita pastilah aktivitas sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat luas. Banyak yang saat pacaran nafsunya meluap-luap hingga tak insaf-insaf. Nafsu telah dimenangkan, iman ditaruh sejenak lalu diabaikan, rasa malu pun sejenak digadaikan.

Padahal sebuah hubungan yang dibimbing oleh hawa nafsu selamanya tidak akan pernah memenangkan pelakunya. Sudah pasti itu. Perasaan diri kotor, penuh maksiat, berlumur dosa, sudah pasti akan membuat jiwanya tidak tenang.

Penyampai yang tak mengamalkan apa yang disampaikannya, tanggungjawabnya jauh lebih besar Dan itu adalah urusannya dengan Tuhan. Tidak peduli siapa orangnya, jika kalimatnya benar dan bermanfaat, maka ambillah lalu amalkan. Itu adalah salah satu cara Tuhan untuk menasihatkan kebenaran kepada kita.
-Aku Mencintaimu Karena Allah- by Ahmad Rifa’I Rif’an

Allah maha pengampun, sudah sepatutnya kita bertaubat sebelum Allah mencabut Nyawa kita...
TUJUH GOLONGAN YANG ALLAH NAUNGI DI HARI KIAMAT

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَا

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:

1. Pemimpin yang adil.

2. Pemuda yang tumbuh di atas
kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.

3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.

4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.

5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.

6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
(HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712). (130)