Sabtu, 20 Desember 2014

Kisah Sahabat Nabi: Abu Thalhah Al-Anshari, Syahid di Atas Kapal

Abu Thalhah berniat melamar Ummu Sulaim sebagai istrinya, ia pun pergi ke rumah wanita Muslimah baik-baik yang telah menjanda itu. Sesampai di rumah Ummu Sulaim, Abu Thalhah diterima dengan baik. Putra Ummu Sulaim, Anas, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Abu Thalhah menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu hendak melamar Ummu Sulaim.

Namun Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah. "Sesungguhnya pria seperti anda, hai Abu Thalhah, tidak pantas saya tolak lamarannya. Tetapi saya tidak akan kawin dengan anda, karena anda kafir," ujarnya.

"Demi Allah, apakah yang menghalangimu untuk menerima lamaranku, hai Ummu Sulaim?" tanya Abu Thalhah.

Ummu Sulaim menjawab, "Saksikanlah, hai Abu Thalhah. Aku bersaksi kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya jika kau masuk agama Islam, aku rela menjadi suamimu tanpa emas dan perak. Cukuplah Islam itu menjadi mahar bagiku."

"Siapa yang harus mengislamkanku?" tanya Abu Thalhah.

"Aku bisa."

"Bagaimana caranya?"

"Tidak sulit," kata Ummu Sulaim. "Ucapkan saja dua kalimah syahadat. Tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah. Setelah itu, kau harus pulang ke rumahmu dan menghancurkan berhala sembahanmu lalu kau buang!"

Abu Thalhah tampak gembira. Ia kemudian mengucapkan dua kalimah syahadat. Setelah itu ia menikahi Ummu Sulaim dengan mahar, agama Islam.

Mendengar berita ini, kaum Muslimin berkata, "Belum pernah kami dengar mahar kawin yang lebih mahal daripada mahar Ummu Sulaim. Maharnya masuk Islam."

Sejak hari itu, Abu Thalhah berada di bawah naungan Islam. Segala daya dan upayanya ia korbankan untuk berkhidmat kepada Islam.

Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim, termasuk "Kelompok 70" yang bersumpah setia (baiat) kepada Rasulullah di Aqabah. Ia ditunjuk oleh Rasulullah menjadi kepala salah satu regu dari 12 regu yang dibentuk malam itu untuk mengislamkan Yatsrib.

Dia ikut berperang bersama Rasulullah dalam tiap peperangan yang beliau pimpin. Ia mencintai Rasulullah sepenuh hati dan segenap jiwa. Apabila Rasulullah berdua saja dengannya, dia bersimpuh di hadapan beliau sambil berkata, "Inilah diriku, kujadikan tebusan bagi diri anda, dan wajahku menjadi pengganti wajah anda."

Ketika terjadi Perang Uhud, barisan kaum Muslimin terpecah-belah dan lari tunggang-langgang. Oleh sebab itu, pasukan musyrikin sempat menerobos pertahanan mereka sampai ke dekat Rasulullah. Musuh berhasil mencederai beliau, mematahkan gigi, dan melukai bibirnya. Sehingga darah mengalir membahasi wajah Nabi. Lalu kaum musyrikin menyebarkan isu bahwa Rasulullah telah wafat.

Mendengar teriakan kaum musyrikin itu, kaum Muslimin menjadi kecut, lalu lari porak-poranda meninggalkan Rasulullah. Hanya segelintir orang yang saja yang bertahan, mengawal dan melindungi beliau. Di antara mereka adalah Abu Thalhah yang berdiri paling depan.

Abu Thalhah juga sosok Muslim yang pemurah, ia kerap mengorbankan harta bendanya untuk agama Allah. Ia juga sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya. Bahkan ia meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fi sabilillah. Kurang lebih 30 tahun setelah Rasulullah SAW wafat, dia senantiasa berpuasa, kecuali di hari raya. Umurnya mencapai usia lanjut, namun ketuaan tidak menghalanginya untuk berjihad di jalan Allah.

Pada masa Khalifah Utsman, kaum Muslimin bertekad hendak berperang di lautan. Abu Thalhah pun bersiap-siap hendak turut berjihad dengan kaum Muslimin. Anak-anaknya protes. "Wahai ayah, engkau sudah tua, engkau sudah ikut berperang bersama-sama dengan Rasulullah, bersama Abu Bakar dan Umar bin Al-Khathab. Kini ayah harus beristirahat, biarlah kami yang berperang untuk ayah," kata mereka.

Abu Thalhah menjawab, "Bukankah Allah telah berfirman: "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS At-Taubah: 41). Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang."

Ia pun ikut berperang. Ketika Abu Thalhah yang sudah lanjut usia itu berada di atas kapal di tengah lautan bersama tentara Muslimin, ia jatuh sakit lalu meninggal dunia. Kaum Muslimin melihat-lihat daratan, mencari tempat pemakaman jenazah Abu Thalhah. Namun setelah enam hari berlayar, barulah mereka menemukan daratan. Selama itu jenazah Abu Thalhah disemayamkan di tengah-tengah mereka di atas kapal, tanpa berubah sedikit pun. Bahkan ia seperti orang yang sedang tidur nyenyak.

Kisah Sahabat Nabi: Abu Ubaidah bin Jarrah, Orang Kuat yang Terpercaya

Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Fihry Al-Quraiys, namun lebih dikenal dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Wajahnya selalu berseri, matanya bersinar, ramah kepada semua orang, sehingga mereka simpati kepadanya. Di samping sifatnya yang lemah lembut, dia sangat tawadhu dan pemalu. Tapi bila menghadapi suatu urusan penting, ia sangat cekatan bagai singa jantan.

Abdullah bin Umar pernah berkata tentang orang-orang yang mulia. "Ada tiga orang Quraiys yang sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlaknya dan sangat pemalu. Bila berbicara mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara, mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abu Ubaidah bin Jarrah."

Abu Ubaidah termasuk kelompok pertama sahabat yang masuk Islam. Dia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq, sehari setelah Abu Bakar masuk Islam. Waktu menemui Rasulullah SAW, dia bersama-sama dengan Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Mazh'un dan Arqam bin Abi Arqam untuk mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Oleh sebab itu, mereka tercatat sebagai pilar pertama dalam pembangunan mahligai Islam yang agung dan indah.

Dalam kehidupannya sebagai Muslim, Abu Ubaidah mengalami masa penindasan yang kejam dari kaum Quraiys di Makkah sejak permulaan sampai akhir. Dia turut menderita bersama kaum Muslimin lainnya. Walau demikian, ia tetap teguh menerima segala macam cobaan, tetap setia membela Rasulullah SAW dalam tiap situasi dan kondisi apa pun.

Dalam Perang Badar, Abu Ubaidah berhasil menyusup ke barisan musuh tanpa takut mati. Namun tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan mengejarnya. Kemana pun ia lari, tentara itu terus mengejarnya dengan beringas. Abu Ubaidah menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan pengejarnya. Ketika si pengejar bertambah dekat, dan merasa posisinya strategis, Abu Ubaidah mengayunkan pedang ke arah kepala lawan. Sang lawan tewas seketika dengan kepala terbelah.

Siapakah lawan Abu Ubaidah yang sangat beringas itu? Tak lain adalah Abdullah bin Jarrah, ayah kandungnya sendiri! Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, tapi membunuh kemusyrikan yang bersarang dalam pribadi ayahnya.

Berkenaan dengan kasus Abu Ubaidah ini, Allah SWT berfirman: "Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (QS Al-Mujaadalah: 23)

Ayat di atas tidak membuat Abu Ubaidah besar kepala dan membusungkan dada. Bahkan menambah kokoh imannya kepada Allah dan ketulusannya terhadap agama-Nya. Orang yang mendapatkan gelar "kepercayaan umat Muhammad" ini ternyata menarik perhatian orang-orang besar, bagaikan magnet yang menarik logam di sekitarnya.

Pada suatu ketika, utusan kaum Nasrani datang menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Abu Qasim, kirimlah kepada kami seorang sahabat anda yang pintar menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum Muslimin."

"Datanglah sore nanti, saya akan mengirimkan kepada kalian 'orang kuat yang terpercaya'," kata Rasulullah SAW.

Umar bin Al-Khathab berujar, "Aku ingin tugas itu tidak diserahkan kepada orang lain, karena aku ingin mendapatkan gelar 'orang kuat yang terpercaya'."

Selesai shalat, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Umar sengaja menonjolkan diri agar dilihat Rasulullah. Namun beliau tidak menunjuknya. Ketika melihat Abu Ubaidah, beliau memanggilnya dan berkata, "Pergilah kau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan!"

Abu Ubaidah berangkat bersama para utusan tersebut dengan menyandang gelar "orang kuat yang terpercaya".

Abu Ubaidah selalu mengikuti Rasulullah berperang dalam tiap peperangan yang beliau pimpin, hingga beliau wafat.

Dalam musyawarah pemilihan khalifah yang pertama (Al-Yaum Ats-Tsaqifah), Umar bin Al-Khathab mengulurkan tangannya kepada Abu Ubaidah seraya berkata, "Aku memilihmu dan bersumpah setia, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya tiap-tiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang paling dipercaya dari umat ini adalah engkau."

Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak mau mendahului orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau hidup—Abu Bakar Ash-Shiddiq. Walaupun sekarang beliau telah wafat, marilah kita imamkan juga dia."

Akhirnya mereka sepakat untuk memilih Abu Bakar menjadi khalifah pertama, sedangkan Abu Ubaidah diangkat menjadi penasihat dan pembantu utama khalifah.

Setelah Abu Bakar wafat, jabatan khalifah pindah ke tangan Umar bin Al-Khathab. Abu Ubaidah selalu dekat dengan Umar dan tidak pernah menolak perintahnya. Pada masa pemerintahan Umar, Abu Ubaidah memimpin tentara Muslimin menaklukkan wilayah Syam (Suriah). Dia berhasil memperoleh kemenangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk di bawah kekuasaan Islam, dari tepi sungai Furat di sebelah timur hingga Asia kecil di sebelah utara.

Abu Ubaidah meninggal dunia karena terkena penyakit menular yang mewabah di Syam. Menjelang wafatnya, ia berwasiat kepada seluruh prajuritnya, "Aku berwasiat kepada kalian. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa dalam keadaan bahagia. Tetaplah kalian menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian, nasihati pemerintah kalian, dan jangan biarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang berusia panjang hingga seribu tahun, dia pasti akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini."

Kemudian dia menoleh kepada Mu'adz bin Jabal, "Wahai Muadz, sekarang kau yang menjadi imam (panglima)!"

Tak lama kemudian, ruhnya meninggalkan jasad untuk menjumpai Tuhannya.

Jumat, 31 Oktober 2014


          Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk Keangkuhan Konstantinopel
 
              Anda kenal Muhammad Al Fatih? Ya, beliau adalah penakluk Konstantinopel. Apa yang istimewa? Kita patut belajar kepada beliau, karena menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah sebaik-baiknya pemimpin sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits,

Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad 4/335]
            Salah satu rahasia keberhasilan Muhammad Al Fatih adalah karena memiliki visi yang kuat. Visi bahwa Muhammad Al Fatih akan menjadi penakluk Konstantinopel, dan ini sudah ditanamkan sejak kecil. Para guru beliau selalu menanamkan visi ini sejak kecil. Beliau diyakinkan bahwa beliau akan menjadi pemimpin yang dimaksud dalam hadits tersebut.
Begitulah ceritanya :
            Sebuah kisah yang sangat menggetarkan hati bagaimana kita berusaha menggapai impian dengan penuh kesungguhan yang kita dapatkan dari seorang panglima tentara yang terkenal dengan ketangguhannya. Panglima tersebut bernama Mumammad Al-Fatih, seorang pemuda yang memiliki kekuatan visi dalam hidupnya.
            Cerita itu dimulai dari perang Al-Azhab, yaitu perang Khandaq pada zaman Rasulullah. Pasukan kaum muslimin yang berjumlah sekitar 10 ribu akan diserang oleh gabungan tentara kaum quraisy, yahudi dan kaum lainnya yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Target utama dari perang ini adalah penyelamatan kota Madinah dari serbuan musuh. Para sahabat lalu berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari strategi memenangkan pertempuran. Kalau dihitung dengan jumlah tentara yang ada, berarti 1 orang tentara muslim harus berhadapan dengan 10 orang tentara musuh. Jika hanya menggunakan perlengkapan seadanya, tentulah kemungkinan besar akan kalah. Karena itu, disusunlah strategi untuk mengatasi kekurangan pasukan dengan cara yang lain.
            Sahabat yang bernama Salman Al-Farisi mengusulkan cara agar penyerang tidak bisa masuk ke Madinah, yaitu dengan meminta pasukan muslimin menggali parit (khandaq) sebagai jebakan yang panjangnya 8 km, lebarnya 5 m dan dalamnya 3 meter, supaya kuda musuh yang terperangkap tidak dapat naik. Bayangkanlah, betapa beratnya para pasukan harus bekerja keras menggali parit di atas tanah bebatuan yang keras dan cadas. Sungguh suatu perjuangan yang luar biasa.
            Dalam proses menggali parit-parit, tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang datang kepada Rasulullah “ ya Rasulullah, kota mana yang akan kita taklukkan terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma? Rasulullah menjawab “ kota yang dipimpin oleh Hericlius (Roma)”. Coba bayangkan, saat merasakan kelelahan yang sangat luar biasa di tengah teriknya gurun yang panas, pasukan yang sedang menggali parit bukan bertanya “ ya Rasulullah, apakah kami sudah siap dengan jumlah yang ada untuk melawan 100 ribu tentara musuh? Bagaimana bila ternyata kita justru kalah? Dan tidak mampu mempertahankan Kota Madinah ini? Namun sebaliknya, mereka malah bertanya dengan penuh semangat tentang kota manakah yang akan dikuasai kaum muslimin terlebih dulu. Suatu tingkat kepercayaan yang tinggi yang sulit dicari tandingannya.
            Sebagai pemimpin, Rasulullah kemudian membuat pernyataan visi jangka panjangnya dalam sebuah hadist, “kalian pasti akan membebaskan Kostantinopel” pemimpin yang melakukannya adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”.
            Sejak saat itu, turun-temurun para sahabat berlomba-lomba ingin disebut menjadi sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik pasukan. Hingga tak terasa 800 tahun berlalu, lahirlah seorang anak bernama Muhammad Al-Fatih.
            Ayahandanya Sultan Murad II, mengajarkan Fatih ilmu agama dengan meminta syaikh Aaq Syamsudin Al-wali, keturunan Abu Bakar r.a, untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Al-fatih. Setiap pagi, Muhammad Al-fatih kecil diajak melihat tembok Benteng Konstantinopel yang kokoh setinggi 18 meter dari kejauhan. Untuk memasuki benteng itu sangat susah, Konstantinopel dikelilingi oleh benteng berlapis tiga yang membentang sepanjang kota sehingga akan menyulitkan pasukan manapun yang berniat menaklukannya. Di kanan kiri kota tersebut diapit lautan dan pada bagian lain berdiri benteng kokoh. Pada lapisan pertama, ada pembatas sungai yang di dalamnya terdapat buaya-buaya ganas.  Pada lapisan kedua terdapat pasukan pemanah berjumlah ribuan yang siap memanah. Dan begitu juga benteng lain yang sangat kokoh. Selama berabad-abad, Konstantinopel tidak pernah bisa ditaklukkan oleh siapapun.
            Suatu hari syaikh Syamsudin berkata kepada Muhammad Al-fatih, “wahai Muhammad Al-fatih, kamu tahu apa itu? Itu tembok konstantinopel dan tahukah engkau bagaimana janji Rasulullah? Janjinya adalah kota konstantinopel akan jatuh ke tangan islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan. Saya yakin kelak anak cucumu akan menaklukkan konstantinopel. Tapi saya lebih senang kalau kamu yang menaklukkannya, Nak.
            Al-Fatih pun menjawab, “iya! Saya ingin menaklukkan Konstantinopel. Dan karena saya ingin menaklukkannya, maka saya akan memantaskan diri.”
            Muhammad Al-fatih pun akhirnya memantaskan diri. Apa yang dia lakukan? Pada usia 8 tahun, dia sudah hafal Al-Quran. Coba bandingkan dengan diri kita sekarang, sudah berapa umur kita? Hafalan hanya surat Al-Ikhlas dan Qulhu dan surat-surat pendek lainnya. He..3x
            Ia tahu bahwa sebaik-baik pemimpin bukanlah orang biasa maka ia tidak pernah meninggalkan shalat rawatib. Dan ia tidak pernah meninggalkan tahajjud, ia juga mahir berkuda, dan beberapa keterampilan lain. Ia juga fasih bicara dalam 7 bahasa : Arab, latin, Yunani, Serbia, Turki, Parsi dan Ibrani.
            Waktu pun terus berlalu,  Muhammad Al-fatih, kini telah beranjak dewasa. Di usia yang masih tergolong belia, ia mengerahkan pasukannya dan siap berhadapan dengan pasukan konstantinopel. Bagaimana cara agar bisa melewati laut dan benteng yang tingginya 18 meter dan mengalahkan pasukan konstantinopel yang kuat itu?
            Dalam membebaskan konstantinopel, kemampuan berperang yang hebat itu didukung dengan strategi yang brilian. Awalnya, Muhammad Al-fatih menggunakan strategi perang biasa untuk merebut konstantinopel, yaitu dengan dengan membobol benteng dan menerobos lewat laut. Ia juga menggunakan kekuatan yang luar biasa, yaitu membuat meriam terbesar dan terkuat yang pernah ada saat itu.
            Ada 70 kapal dan 20 gallery (kapal perang yang lengkap dilengkapi dengan persenjataan) diberangkatkan untuk menerobos ke Selat Golden Horn. Namun cara biasa itu terbukti tidak mampu untuk mengalahkan benteng kota terkuat di dunia saat itu. Berbagai cara lainnya telah dicoba, namun belum kunjung berhasil. Akibatnya pasukan Muhammad Al-fatih pun menderita kerugian besar.
            Di sinilah kegeniusan Muhammad Al-fatih terbukti. Setelah berbagai cara dilakukan, ia pun mengusulkan agar memindahkan kapal melewati perbukitan Galata, untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn. “Kalau begitu, tarik kapalnya melalui darat, dan kita akan mendaki bukit karena orang konstantinopel tidak akan berpikir kalau pasukan muslim akan melewati bukit” seru Muhammad Al-fatih.
Beberapa pasukan bertanya, “ Mana mungkin kita dapat melewati bukit? Jalanan begitu sulit dilalui”.
            Muhammad Al-fatih menjawab, “ Konstantinopel akan jatuh di tangan Islam, pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawahnya adalah sebaik-baik pasukan. Lakukanlah!!!
“Tapi sepertinya tidak mungkin” sengah pasukan.
“Lakukan!” jawab Muhammad Al-fatih dengan tegas.
            Ternyata ide yang terdengar seperti lelucon itu dilaksanakan dengan baik oleh semua pasukan. Kapal-kapal pasukan al-fatih pun seolah berlayar mengarungi perbukitan dalam satu malam. Satu strategi luar biasa yang membuat para sejarawan terkagum-kagum hingga saat ini.
            Kerja keras yang mengingatkan kepada para pasukan di masa Rasulullah yang begitu kesulitan dalam menggali parit. Keyakinan penuh dan semangat membara bahwa mereka akan menjadi sebaik-baik pasukan yang disebut Rasulullah berabad lampau, membuat mereka memiliki kekuatan di luar batas pemikiran. Seolah selalu terngiang di telinga mereka kata-kata Rasulullah yang menggetarkan hati, sebuah visi besar Rasulullah, yang kini sedang diemban untuk menjadi sebaik-baiknya pasukan di muka bumi.
            Dan akhirnya.. dini hari menjelang pagi, saat orang konstantinopel mulai bersiaga kembali, mereka terkejut dengan suara bergemuruh yang meluruhkan segenap persendian mereka… “laa ilaaha illallah… “ suara itu begitu jelas terdengar dari turunan bukit. Ya pasukan Muhammad Al-fatih berhasil mencapai turunan bukit menuju benteng Konstatinopel yang angkuh berdiri.
            Sebelum menyerang pasukan musuh, hari itu para rombongan pasukan muslim diperintahkan oleh Muhammad Al-fatih untuk berpuasa, malam harinya seusai berperang mereka tahajud dan meminta pertolongan Allah.
            Begitulah hari-demi hari dijalani, peperangan pun berlangsung hingga akhirnya kaum muslimin memperoleh kemenangan dan menaklukkan Konstantinopel.  Sebelum waktu ashar tiba, al-fatih telah menginjakan kakinya di dalam benteng konstantinopel . Allahuakbar, visi Rasulullah telah terpenuhi oleh pemimpin terbaik dan pasukan terbaik.
            Para pasukan berteriak, memuji dan menyebut nama Allah bersahut-sahutan. Bergegas Al-fatih bersujud menghadap ka’bah dengan membawa segenggam tanah sembari berkata “Saya tidak lebih mulia dari tanah ini, saya akan kembali ke tanah ini juga”.
            Walaupun berhasil memimpin kemenangan besar menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih tetap tidak sombong, selama 800 tahun lebih, tidak ada yang berhasil, namun Al-fatih berhasil melakukannya dalam usia kisaran 21 tahun dan mewujudkan salah satu janji Rasulullah sekaligus mewujudkan visinya.
            Setelah berhasil menaklukkan Konstantinopel, Muhammad Al-fatih berencana menaklukkan Roma. Sembilan belas tahun kemudian, saat keinginan itu hendak diwujudkan, para penguasa di Roma sudah ketakutan. Dan sebelum misi itu terlaksana, dalam perjalanan menuju Roma, ia meninggal dunia. Sedih atau bahagia? Ada perpaduan di dalamnya, sedih karena kehilangan salah seorang pemimpin terbaik di usia yang relatif muda, bahagia karena berarti bagi kita ada kesempatan menjadi seseorang terbaik, menaklukkan salah kota yang sudah disebut sejak zaman Nabi yaitu Roma. Kalau kita tidak mampu, setidaknya anak cucu kita ada yang menaklukkannya, mesti tidak dalam peperangan fisik.
            Inilah visi yang besar dari seorang Al-Fatih, tentu kita sendiri memiliki visi masing-masing. Maka wujudkanlah visi itu dengan sebaik-baik persiapan dan usaha. Mari kita pantaskan diri kita sebelum memperoleh visi tersebut.

Apakah Bibirmu Masih Perawan ?



Mungkin ada di antara teman-teman yang familiar dengan kalimat diatas. “Apakah Bibirmu Masih Perawan ?” Itu adalah salah satu judul buku yang ditulis oleh Marendra Darwis. Sebuah kalimat pertanyaan yang sangat menohok. Karena ada begitu banyak orang yang menganggap aktivitas ini sebagai aktivitas yang biasa saja dalam hubungan pacaran.

Maka cobalah survey, berapa orang yang pacaran lalu di hubungan yang terjalin itu tidak terjadi aktivitas yang diharamkan agama. Saya yakin sangat kecil kemungkinannya. Semenjak saya menulis buku-buku cinta dan pernikahan, saya menerima banyak sekali cerita-cerita yang sungguh bikin hati sedih saat membacanya. Saya sampai bertanya-tanya, apakah sampai sejauh ini moral Generasi Muda kita ? Apakah sudah se-ngeri kejadian yang tak ter-blow up.

Lalu masihkah ada yang menyangkal bahwa ada yang namanya pacaran Islami ? Saya menduga itu hanya dalih. Karena ketika kata “Pacaran” disebut, konotasi yang hadir dalam benak kita pastilah aktivitas sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat luas. Banyak yang saat pacaran nafsunya meluap-luap hingga tak insaf-insaf. Nafsu telah dimenangkan, iman ditaruh sejenak lalu diabaikan, rasa malu pun sejenak digadaikan.

Padahal sebuah hubungan yang dibimbing oleh hawa nafsu selamanya tidak akan pernah memenangkan pelakunya. Sudah pasti itu. Perasaan diri kotor, penuh maksiat, berlumur dosa, sudah pasti akan membuat jiwanya tidak tenang.

Penyampai yang tak mengamalkan apa yang disampaikannya, tanggungjawabnya jauh lebih besar Dan itu adalah urusannya dengan Tuhan. Tidak peduli siapa orangnya, jika kalimatnya benar dan bermanfaat, maka ambillah lalu amalkan. Itu adalah salah satu cara Tuhan untuk menasihatkan kebenaran kepada kita.
-Aku Mencintaimu Karena Allah- by Ahmad Rifa’I Rif’an

Allah maha pengampun, sudah sepatutnya kita bertaubat sebelum Allah mencabut Nyawa kita...
TUJUH GOLONGAN YANG ALLAH NAUNGI DI HARI KIAMAT

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَا

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:

1. Pemimpin yang adil.

2. Pemuda yang tumbuh di atas
kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.

3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.

4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.

5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.

6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.

7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
(HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712). (130)

Sabtu, 13 September 2014

Penantian Muslimah


"Wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik, maka baiklah negara itu, tapi bila wanitanya buruk, maka buruk pulalah negara itu."

Muslimah, Anti telah terhijab oleh kerudung yang terurai dari atas kepalamu untuk menjaga keindahanmu. Hijabmu sungguh tebal setebal imanmu dalam menjaga keelokanmu. bagaimanapun Anti terlihat begitu anggun dengan hijab itu, maka jagalah hingga Allah subhanahu wata'ala mencintaimu.

Seorang wanita harus bisa menjaga diri dari apa yang akan dilewatinya dalam kehidupan ini, karena sebaik-baiknya wanita adalah wanita yang mampu menahan diri dari apa yang mencelakakan dirinya. karena wanita shalihah adalah mutiara berharga yang dihadiahkan untuk para laki-laki yang berkhlaq mulia'

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).” ( Q.s An Nuur: 26)

Muslimah, penantian adalah sebuah ujian yang apabila di dalamnya terajut kesabaran akan berbuah keindahan yang dipenuhi keikhlasan. Seandainya hatimu mampu bersabar dalam sebuah penantian maka keindahan itu akan menghampirimu dengan keikhlasan.

Mutiara yang tersimpan itu akan memancarkan keindahannya namun sebaliknya mutiara yang tak tersimpan itu akan kusam. (My notice)

Muslimah, kunci dari segala ujian adalah kesabaran. Fase penantian adalah layaknya fase untuk senantiasa bersabar dalam keistiqomahan. Dengan itulah anti mampu bertahan dan berbaik sangka dari setiap jengkal kisah kehidupan. Berusaha untuk terus memperbaiki ketaqwaan diri untuk sang pencipta pada dasarnya adalah memperbaiki diri untuk seseorang yang anti idamankan.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.s Ar Ruum : 21)

Muslimah,
Jadilah seperti Khadijah yang dengan keikhlasannya mampu mendapatkan Rasulullah, dan jadilah seperti Fatimah Azzahrah yang dengan kesabarannya mampu mendapatkan Ali bin abi thalib.

Dalam setiap penantian wanita-wanita sholehah terdapat keindahan yang tersimpan di dalamnya, keindahan yang mampu memberikan kebaikan dalam kesabarannya dan dengan kesabarannya mampu menggoreskan tinta keikhlasan dalam jiwanya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam berkata
"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah" (HR Muslim)

Wanita shalihah adalah yang bisa menjaga aurat dan akhlaknya, menjaga lisan dari setiap perkataannya, mampu mejaga hati dari setiap keburukannya. InsyaAllah.

"...Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Dan jangan pula mereka memperagakan kecantikannya.." (Q.S. An Nuur 31)

" Muslimah bersabarlah, Segala sesuatunya itu akan indah pada waktunya”[]

Jumat, 01 Agustus 2014

Puisi..

BAHASA LANGIT

Puisi Hanifah Nadya Kartika

Gumpalan awan di langit biru
Bercerita kisah kita
Saat deras hujan bagai air mata
Dan cerah mentari jadi wajah kita

Warna pelangi di langit biru
Hanya jadi saksi bisu
Saksi kisah perjalananku denganmu
Saat perbedaan jadi keindahan

Langit pun berbahasa
Dan bersenandung ria
Lantunkan lagu rindu antara engkau dan aku

Oh Sahabat…
Langit pun berbahasa
Tanda bersuka cita
Sambut esok dimana kita kan slalu bersama
Selamanya…

Dan dengarlah, dengarlah slalu
Itulah semua tentang kita,
cerita bahasa langit…

Sabtu, 17 Mei 2014

CERPEN TERBARU



   

 MENTARI YANG TAKKAN PUPUS
                                                        Oleh : Fitriani Thamrin



   
     Di suatu desa terpencil , hidup seorang anak perempuan  yang bernama Mentari , ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan lumpuh. mereka berasal dari keluarga yang miskin. Mentari adalah seorang anak kecil yang luar biasa, karena  pekerjaan orang dewasa dapat  ia kerjakan , sejak kecil Mentari hidup bersama Sang Ibu , karena ayahnya pergi  merantau sampai sekarang kabar dari sang ayah tak kunjung ada, sejak tahun lalu  Ibunya mengalami kecelakaan sehingga Mentari menjadi tulang punggung keluarga.
  Mentari sehari-hari menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan merawat ibunya digubuk yang kumuh. Setiap hari, Mentari harus bangun pagi membereskan kebutuhan Ibunya, sebelum berangkat kerja mencari plastik-platik bekas untuk dijual. Untuk memandikan Ibunya, Mentari harus mengangkat air dari sumur ke atas rumah. Demikian untuk membersihkan kotoran sang Ibu karena sang Ibu hanya terbaring lemas diranjang .
    Pada suatu pagi Sang Ibu tiba-tiba jatuh sakit ,Mentari yang masih polos itu tak tahu apa yang harus ia lakukan, terpaksa Mentari tidak pergi bekerja karena harus mengobati sang ibu, tapi apa daya uang untuk makan saja tidak cukup apalagi untuk membeli obat untuk sang Ibu. Sehingga Mentari harus pergi mencari bantuan ,Mentari pun mendatangi Rumah-rumah tetangga sejak pagi hingga sore.
   Sehingga ada seorang yang merupakan tetangga Mentari mau Membelikan obat untuk Ibunya, Betapa bahagianya Mentari saat itu,ternyata masih ada yangberbaik hati kepada Ibunya.
  “Bu harus kuat !! Mentari tidak ingin melihat Ibu sakit lagi” kata Mentari sambil menangis mengelus rambut sang Ibu , “maafkan Ibu nak , Ibu hanya menjadi beban untukmu”kata sang Ibu dengan suarah pelan. Mentari pun berlinang air mata langsung memeluk ibunya. Begitulah hari-hari yang ditempuh Mentari untuk mempertahankan hidupnya dan sang Ibu, mereka hidup dari belas kasihan tetangga disekeliling rumahnya. 
   Tiba-tiba sang Ayah datang, sejak sekian lama pergi merantau meninggalkan ia dan Ibunya, dan Sang ayah kini sudah menjadi orang yang sukses,  dan do’a Mentari kini terkabul, sang Ayah pun membawa Mentari dan Ibunya untuk pergi ke kota untuk hidup bersama,  ternyata Ayahnya sudah membelikan rumah yang mewah untuk mereka tempati, dan Mentari kini bisa bersekolah kembali dan bermain bersama teman-teman sebayanya di sekolah.
   Sementara sang Ibu menjalani pengobatan terapi dirumah sakit sehingga berangsur-angsur sang ibu pun sembuh dan Mentari pun kini hidup bahagia bersama kelurganya, meski bahagia mentari tetap menjadi anak yang rajin ,berbakti kepada orang tua dan rajin beribadah.